Saronen

Alias: Saronin

Link Referensi: <div>Bouvier, Helena. (2002). “Lebur! Seni Musik dan Pertunjukan dalam masyarakat</div> <div>Madura.” Forum Jakarta-Paris. Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan, Yayasan Obor</div> <div>Indonesia, Jakarta.</div> <div>Sabar, MSn: Musik Saronen di Madura. Jurnal Terob Volume III Nomor : 4</div> <div>Tahun : April 2012.</div>

Asal: Jawa Timur

Jenis: Musik - Musik - Instrumental

Klasifikasi: Terbuka

Kondisi: Masih Bertahan

Upaya Pelestarian: Pertunjukan Seni, pameran, peragaan/demonstrasi

Kustodian: Sumber Baru.


Di Madura, orkes saronen dikaitkan dengan sapi (pada waktu kerapan sapi dan untuk pertandingan kecantikan sapi betina), dengan kuda (untuk upacara ritual di makam keramat atau untuk upacara pesta perkawinan), dengan beberapa acara ritual rumatangga tertentu, serta dengan tarian topeng yang mendahului upacara ritual tertentu (klono). Salah satu versi menyatakan, konon kesenian di Sumenep ini usianya lebih dari lima ratus tahun yang diciptakan oleh Ki Hatib dari desa Sendang, kecamatan Pragaan, pendiri pondok pesantren pertama di Madura. Ki Hatib Sendang adalah salah seorang katandur. Instrumen Saronen berjumlah sembilan, yang merupakan filosofi dari sembilan suku kata dari kalimat Bis Mil La Hir Roh Ma Nir Ro Him, karena saat itu saronen merupakan sarana dakwah. Alat musik Saronen biasanya dipakai sebagai pembuka komposisi dengan permainan solo. Suaranya yang sedikit sengau dan demikian keras, meloncat-loncat, melengking-lengking dan meliuk-liuk dalam irama yang menghentak. Baru setelah itu diikuti oleh pukulan alat musik lainnya. Perpaduan alat-alat musik tersebut menghasilkan keselarasan irama.

Bagikan artikel ini

Apakah konten ini membantu?